New Normal dan Transformasi Mental Warga

#Indonesiatersera#h menjadi trending tropik di media massa beberapa pekan ini. Mengapa tidak? Sejak pemerintah mulai menetapkan pandemi Covid 19 sebagai wabah nasional belum terdapat perubahan yang cukup signifikan di tingkat lapisan masyarakat guna menghambat laju penyebaran covid 19. Upaya pemerintah untuk melakukan penutupan jalur transportasi, penerapan PSBB, pembagian masker, sosialisasi tentang covid 19, penyemprotan disinfektan, pemberian bantuan bagi warga terdampak, penertiban di beberapa lokasi wisata dan tempat umum lainnya, pembatasan pelaksanaan pesta di kalangan masyarakat, penyediaan tempat cuci tangan tidak berdampak pada perubahan cara pandang masyarakat. Begitu pula dengan penerapan Work from Home dan kebijakan peserta didik dirumahkan serta belajar melalui daring online atau kebijakan pembelajaran lain seperti blended learning belum juga maksimal menekan aktivitas masyarakat pembelajar di lingkungan mereka berdomisili. Berbagai kebijakan lain juga dibuat pemerintah seperti PSBB dan karantina wilayah atau lockdown toh dinilai hanya sekedar “aturan belaka atau kebijakan yang tak berdampak”. Bahkan sebagian besar masyarakat mempunyai persepsi bahwa anjuran pemerintah itu hanya sebagai “omongan belaka”. Mentalitas untuk berubah menjadi kendala besar yang sedang dihadapi pemangku wewenang dalam menekan laju penyebaran covid 19. Masyarakat cenderung tidak mengindahkan larangan pemerintah yang tentunya sudah dipertimbangkan berbagai dampak yang bisa akan terjadi. Perilaku, tingkat berpikir dan mentalitas yang cenderung arogan terhadap setiap kebijakan menjadi masalah besar dalam penanganan penyebaran covid 19.

Pemeriksaan specimen sebanyak 200 ribu lebih beberapa waktu lalu menunjukkan peningkatan kasus Corona dari waktu ke waktu. Salah satu cara yg patut diapresiasi adalah masyarakat mau dan mengakses informasi covid 19 yang baik dan benar. Giat adalah pilihan yang paling bijak. Masyarakat perlu memahami dan memposisikan diri dalam menghadapi covid 19. Peran kita sendiri dalam sistem yang baik dapat memutus penyebaran covid 19 dan bukan orang lain. Maka perlu norma baru dari diri, mampu melindungi keluarga dan lingkungan kita (Sumber informasi : Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19).

Baca Juga :   TIM JEPANG MENANG DALAM KEKALAHAN

Upaya pemerintah pusat dalam menempuh berbagai kebijakan berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan sosial, politik, budaya, ekonomi dan aspek-aspek vital lainnya. Pemerintah pusat bahkan ketika dalam situasi belum memastikan penyebaran covid 19 berada pada tingkat aman, telah memberlakukan new normal . Pemberlakuan kebijakan new normal tidak dimaksudkan bahwa keadaan seluruh wilayah pelosok nusantara telah terhindar dari kasus covid 19. New normal dapat dilihat sebagai sebuah kebijakan preventif guna mendorong warga agar selalu sadar terhadap dampak penyebaran covid 19. Dalam pemberlakuan new normal warga masyarakat diharapkan tetap mengikuti protokol kesehatan yakni menjaga jarak, menggunakan masker, mengukur suhu dan mencuci tangan. Anjuran ini demi menjaga keselamatan diri sendiri, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan sehingga tanggung jawab sosial masyarakat nampak dalam menghadapi covid 19. Transformasi mental warga masyarakat menjadi sebuah tuntutan baru dan sebagai keharusan demi menjaga kebaikan bersama atau Bonum Communae.

Apakah kita menjadi bagian dalam cara pandang #Indonesiaterserah sebagai sebuah bentuk ungkapan kekesalan tenaga medis yang tidak bisa berbuat apa lagi ketika menghimbau warga Indonesia yang semakin hari semakin “cuek atau malas tahu” terhadap himbauan pemerintah untuk keselamatan diri dan sesama. Perubahan perilaku dan pola pikir yang baru terhadap covid 19 menjadi kunci untuk menghambat secara perlahan-lahan penyebaran covid 19. Perilaku baru dalam kebijakan new normal menjadi kunci untuk menekan laju penyebaran covid 19.

Menyikapi kebijakan implementasi new normal , situasi yang terus berkembang di wilayah atau daerah secara khusus di kabupaten Sumba Barat Daya belum diindahkan dan belum dilaksanakan dengan baik. Buktinya bahwa banyak warga masyarakat yang mengabaikan anjuran pemerintah dengan tetap berkativitas tanpa mengindahkan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Di beberapa tempat umum masyarakat tetap saja berkerumun dan tidak menjaga jarak, tidak menggunakan masker dan tidak mencuci tangan. Cara pandang baru mesti menjadi identitas setiap warga terutama warga masyarakat di pulau Sumba atau secara khusus di kabupaten Sumba Barat Daya. Perubahan perilaku mesti lahir atas kesadaran akan tanggung jawab sosial setiap individu terhadap persoalan yang sedang dihadapi.

Baca Juga :   Lebih Dekat Dengan Timo Ragga

Sosialitas manusia tidak hanya menyangkut keterbukaan, tetapi juga berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab sosial. Dalam hidup bersama setiap orang mendapat tugas. Tugas itu ialah tanggung jawab terhadap orang lain. Ini berarti memperhatikan orang lain menjadi bagian dari nilai sosialitas. Aktivitas hidup manusia sebagia makhluk sosial tentunya tidak hanya “menerima”, namun juga “memberi”. “Memberi” merupakan ungkapan tanggung jawab sosial terhadap orang lain karena ini merupakan tugas luhur manusia. Setiap perjumpaan manusia mengisyratkan tanggung jawab sebagaimana dinyatakan oleh Emmanuel Levinas. Wajah orang lain adalah himbauan bagi setiap orang untuk tanggap pada yang lain dan melalui itu ia bisa menjadi dirinya. Karena tanggung jawab bagi Levinas, maka hubungan antarmanusia merupakan hubungan etis. Tanggung jawab terhadap orang lain adalah prinsip moral dasar. Prinsip ini mestinya ada begitu saja tanpa dipilih, tanpa ada paksaan dari unsur luar dari diri manusia itu sendiri. Dalam konteks transformasi mental warga masyarakat menghadapi covid 19 tanggung jawab dapat diwujudkan melalui kesadaran setiap individu untuk menunjukkan eksistensinya terhadap lingkungan sekitarnya (A. Sonny Keraf: Suara yang Lain, Etika Kepedulian: Jakarta, 1997).

Transformasi mental warga sangat dibutuhkan dalam penanganan virus Corona untuk menekan angka kematian yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kebaikan bersama akan dapat diwujudnyatakan apabila diimbangi dengan kesadaran yang dibangun oleh warga mulai dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Perubahan pola pikir, perilaku, dan mentalitas baru menjadi kunci utama menuju kebaikan bersama. Dengan demikian, harapan dan kebijakan pemerintah dapat didukung dengan baik. Solidaritas dan kesadaran penuh adalah cara melihat realitas dan menerima kondisi sosial yang ada dan paling dekat dengan pengalaman hidup bersama. Mari membangun kebiasaan baru untuk sebuah kebaikan bersama melalui perubahan perilaku, dan pola pikir baru. **

Baca Juga :   TENTANG AIR

Penulis: Yanto Umbu, M. Pd., Dosen STKIP Weetebula