MEMBANGUN KEPEDULIAN PRIBADI TERHADAP DAMPAK SEBUAH KEBIJAKAN

Suarajarmas.com, Jakarta – Perlu disadari bahwa kita semua tidak sekedar membicarakan kasus-kasus yang hangat seperti intoleransi, kemiskinan, ketimpangan sosial, atau kesewenang-wenangan pejabat publik,  serta korupsi yang kian merajalela. Atau sekedar naiknya harga minyak goreng yang seakan-akan tak tertanggulangi, atau birokrasi yang begitu lambat melayani rakyat. Namun dibalik itu, kita pun harus sadar akan keadaan dan keberadaan kita semua selaku individu yang sedang disasar sebagai investasi politik. Bahkan tak sedikit seminar atau rapat-rapat yang disampaikan tentang bagaimana melakukan strategi cerdas untuk membahas bagaimana berinvestasi di dunia politik.

Penulis: Andi Salim

Para pekerja politik itu diajarkan melakukan berbagai rangkaian investasi, walau dengan modal yang kecil tapi bisa memperoleh hasil yang maksimal dalam pasar demokrasi, segalanya memang serba mungkin, sebab semua orang bisa menjadi petarung untuk memenangkan perhelatan politik ditengah masyarakat dimana kita semua berada didalamnya. Tetapi mereka juga bisa dikalahkan dan menjadi pecundang sekalipun telah bersusah payah dalam mendekatkan diri ke publik. Maka agar modal yang ditanam berbuahkan hasil yang baik dipasar politik, Sang calon petarung mutlak harus memahami strategi investasi yang lebih jitu agar tepat sasaran dan memperoleh hasil yang optimal tentunya.

Maka tak heran jika kata-kata yang mereka sampaikan pun menjadi lembut dan terdengar menyenangkan. Jika pada masa orde baru banyak pemaknaan kata yang dikritik sebagai biasnya suatu pengertian akan bahasa, seperti ditertibkan dimaknai menggusur, diamankan menjadi menghukum seseorang atau pemaknaan lain yang sebenarnya menjadi bias. Kini pun makna politik disegarkan pada istilah melayani rakyat, yang tentu saja menyenangkan telinga kita semua, walau dibalik itu tetap saja itu hanya sebagai pembiasan, dimana masyarakat semakin antusias untuk mendengarnya. Sebab disanalah strategi politik itu dimulai demi membangun kepercayaan terhadap masyarakat.

Baca Juga :   Organizational Citizenship Behavior Sebagai Faktor Penting Berkembangnya Instansi Pemerintah

Sasaran politik yang memang ditujukan untuk menduduki kekuasaan demi memperoleh kewenangan dalam mengatur keuangan negara, tentu berakibat kepada 2 hal, apakah akan terjadi dampak baik atau malah berdampak buruk terhadap situasi masyarakat. Sebab setiap kebijakan yang menggunakan anggaran negara sudah barang tentu kita cermati, apakah ditujukan kepada masyarakat luas, atau sekedar kepada kroninya agar elektabilitasnya dapat bertahan atau malah meningkat. Termasuk upaya dalam membesarkan cengkraman partai pendukungnya dikawasan wilayah yang dipimpinnya. Tidakkah ini kita anggap sebagai penyalahgunaan kewenangan.

Respon akan hal itu semestinya menjadi kritik atau paling tidak sebagai penolakan dari berlakunya penyempitan penggunaan anggaran yang seharusnya berlaku menyeluruh tanpa pandang bulu dalam menciptakan efek kemajuan diberbagai daerah tanpa kecuali. Sebab siapa pun yang terpilih adalah pemimpin bagi seluruh masyarakat diwilayahnya. Namun pada prakteknya, hal itu menjadi sulit manakala anggota legislatif, baik pendukung atau pun sebagai barisan oposisi acapkali melakukan tekanan terhadap pengesahan dari instrumen pembiayaan belanja yang membutuhkan pengesahan atas pengajuan anggarannya. Maka tak jarang hal ini mempersulit pemerintah.

Keadaan ini semakin dimanfaatkan oleh golongan oposisi dan para kroninya, agar output dari setiap kebijakan pemerintah yang tersandra itu sebagai fokus kritik untuk menjatuhkan wibawa pemerintah,  walau dibalik itu sebenarnya merekalah yang menciptakan suasana tersebut, sehingga prilaku mereka itu tak lebih sekedar LEMPAR BATU SEMBUNYI TANGAN. Hal ini diperparah oleh situasi pengetahuan dan wawasan masyarakat yang enggan menelaah kedalam persoalan tersebut, dan tidak pula mengupgrade dirinya pada informasi yang bersifat update dari fakta dibalik keputusan kebijakan itu diambil sebagai solusi bagi penyesuaian terhadap tekanan yang dialami pemerintah.

Buyarnya konsentrasi pemerintah untuk fokus terhadap kebijakan yang ditujukan untuk mensejahterakan rakyatnya pun terjadi dari partisipasi kalangan agama yang ikut ambil posisi dalam mempengaruhi kebijkan tersebut, yang masuk pada politik praktis hingga mengacaukan arah dan visi misi yang ingin dicapai pemerintah. Faktor yang satu ini menjadi tak kalah penting, sebab tak sedikit kalangan pemerintah pusat dan daerah justru terpaksa berunding dengan kelompok ini yang dianggap dapat memicu keresahan masyarakat, hingga akhirnya menyuarakan mosi tidak percaya, yang pada gilirannya menghancurkan wibawa pemerintah yang sedang berkuasa.

Baca Juga :   Tantangan dan Harapan Panwaslucam Menuju Pemilu 2024

Mereka acapkali menyampaikan kritiknya dimuka publik melalui mimbar-mimbar yang mereka kuasai sepenuhnya, serta membentuk jaringan terhadap salah satu parpol sehingga kalangan ini tidak lagi perduli apa dan bagaimana hal itu akan berdampak pada surutnya esensi beragama ditengah masyarakat kita semua. Apalagi ditengah kepercayaan terhadap diri mereka sendiri dan sikap tak acuh masyarakat pada situasi politik saat ini. Tentu ajakan yang disuarakannya, meski pun bernada hasutan dan ajakan pada ujaran kebencian, akan ditelan mentah-mentah begitu saja oleh para jemaah yang mendengarkan secara langsung dari mulut mereka sendiri.

Akankah hal ini terus berlangsung, sehingga masyarakat acapkali menjadi sasaran bagi tujuan yang justru merugikan diri mereka sendiri. Sebenarnya hal itu dapat dihentikan, manakala masyarakat menjadi cerdas, sebab hanya dengan mencerdaskan masyarakat hal semacam itu menjadi filter bagi masukkan apapun yang menerpa diri mereka sendiri, sehingga kualitas demokrasi yang kita miliki akan semakin baik dan meningkat, yang pada akhirnya tujuan pada fokus pembangunan kesejahteraan masyarakat dapat terealisasikan secara baik tanpa guncangan dan pengaruh lain untuk memperlambat, apalagi menghambat kebijakan yang semestinya menyentuh dan berdampak secara langsung. *** (Penulis adalah relawan Toleransi Indonesia, Pemerhati Sosial Politik).-