Kupang–SJ……… Kapolda NTT, Irjen Pol. Lotharia Latif menegaskan, proses penyidikan terhadap kasus pembunuhan Astri Evita Seprini Manafe (30) dan anaknya Lael Maccabbe (ibu dan anak) di kota Kupang dilakukan berdasarkan alat bukti, hasil forensik, petunjuk dan keterangan saksi, keterangan ahli serta pendukung dan petunjukan lainnya yang relevan berdasarkan KUHAP.
“Kita (polisi) menyidik bukan dengan ilmu cocok-cocokan atau ilmu gatuk, bukan berdasarkan persepsi atau asumsi, tapi berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, ahli yang ada serta pendukung lainnya yang relevan berdasarkan KUHAP”, jelas Kapolda NTT, Irjen Pol. Lotharia Latif kepada awak media menanggapi desakan beberapa pihak untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap ibu dan anak yang diduga tersangkanya lebih dari satu orang.
Dia mengungkapkan, apa yang dilakukan polisi tetap mengacu pada aturan yang berlaku. Dan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) di internal kepolisian.
Lotharia meminta agar masyarakat tetap mempercayakan proses hukum kasus pembunuhan ibu dan anak kepada pihak kepolisian. Jangan terpancing dengan informasi yang menyesatkan yang dapat membuat kegaduhan di masyarakat.
“Jangan mencari panggung dengan membuat gaduh bahkan membentuk opini yang menyesatkan sehingga berakibat konflik di lapangan”, tegas Jenderal bintang dua ini.
Lotharia menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh polri selalu diawasi oleh internal mabes Polri dan lembaga eksternal seperti ombudsman dan kompolnas.
Dan lanjut Lotharia setiap penyidikan Polri hasilnya nanti dibuktikan dan diuji di pengadilan. Ada juga lembaga kejaksaan yang punya kewenangan untuk memberi petunjuk secara hukum kepada Polri.
“Yang berhak dan bisa memberikan petunjuk secara hukum kepada polri untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam proses penyidikan itu nantinya adalah kejaksanaan, bukan orang perorang atau pribadi yang justru membuat gaduh dan berpotensi menyesatkan masyarakat”, tegas Irjen Lotharia Latif.
Dia menyebutkan setiap proses penyidikan sudah diatur dengan hukum acara dan pertangunganjawabannya bukan kepada perorangan atau pihak tertentu.
Irjen Lotharia mengingatkan berbagai pihak, agar jangan membangun narasi dan persepsi sendiri-sendiri yang dapat membuat kegaduhan di tengah masyarakat untuk kepentingan pribadi.
Lotharia mengharapkan agar semua pihak bisa menahan diri dan tetap memberikan empati kepada keluarga korban. “Dan juga tetap jaga situasi kondusif di masyarakat”, katanya.
Lotharian menjelaskan sangat menghormati dan menghargai setiap informasi dari masyarakat untuk penanganan kasus pembunuhan ibu dan anak yang mendapat perhatian publik di Nusa Tenggara Timur.
“Informasi yang relevan dan mendukung pasti kita gunakan dan kita kembangkan, yang tidak (relevan) ya pasti kita abaikan, dan yg paling utama jangab membuat opini yg menyesatkan di masyarakat”, tegasnya.
Sebelumnya dua jenazah yakni seorang wanita dewasa dan seorang anak laki-laki ditemukan membusuk di lokasi proyek penggalian pipa SPAM di Kelurahan Penkase Oeleta, Kecamatan Alak, NTT pada Sabtu 30 Oktober lalu.
Dari hasil Otopsi dan tes DNA akhirnya aparat Polsek Alak dan Polres Kupang Kota berhasil menemukan identitas kedua jenazah yang diketahui bernama Astri Evita Seprini Manafe alias Astri (30) dan anaknya Lael Maccabbe berusia satu tahun. Keduanya adalah warga RT 27 RW 12 Kelurahan Kelapa Lima Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Keduanya diduga sebagai korban pembunuhan.
Astri dan Lael, diduga dibunuh oleh RB yang tidak lain adalah bekas pacar Astri dan ayah biologi dari Lael. Astri dan Lael menghilang dari rumah sejak 27 Agustus 2021 lalu. Kasus tersebut pun langsung diselidiki oleh polisi dengan memeriksa 24 orang saksi.
Pada 2 Desember, tersangka RB akhirnya menyerahkan diri kepada pihak kepolisian. Dari hasil pemeriksaan terhadap RB yang adalah warga jalan Kenanga, Kelurahan Naikolan, Kecamatan Maulafa tersebut dia mengakui seluruh perbuatannya.
RB kemudian ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa sebelumnya. Polisi menjerat RB dengan pasal 338 KUHAP dengan ancaman hukuman 15 tahun.
Penetapan tersangka tunggal terhadap RB dinilai oleh pihak tertentu dan sekelompok masyarakat sebagai hal yang mustahil. Di media sosial, netizen menuduh ada keterlibatan pihak lain dalam kasus pembunuhan tersebut. Netijen juga menduga kasus pembunuhan tersebut sebagai pembunuhan berencana. *** (Sumber Reportasenews.com),-