Mali Iha-SJ…………Kekerasan pada anak dan perempuan masih menjadi momok menakutkan di Indonesia khususnya di kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Beragam upaya kini tengah digencarkan untuk mengurangi kekerasan pada anak, termasuk yang dilakukan oleh lembaga Sumba Integreted Development (SID) bersama mitra ChildFund Indonesia yaitu dengan membentuk Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD). Selain membentuk mereka juga memberikan pendampingan melalui Workshop tentang pedoman kerja dan mekanisme serta rujukan KPAD kepada sekitar 40 anggota KPAD yang hadir di Desa Mali Iha Kecamatan Kodi Kabupaten SBD Kamis,(15/11/2018) kemarin.
Dalam sambutanya Pimpinan SID Anto Kila menegaskan bahwa dengan adanya KPAD ini diharapkan bisa memberikan dampak positif untuk membangun kesepahaman dan pola pikir kepada masyarakat tentang tindak kekerasan pada anak.
“Dengan membentuk KPAD ini kita coba berkolaborasi dengan pemerintah desa maupun pemerintah daerah untuk bagaimana pemerintah desa bisa melindungi dan mengayomi anak warga masyarakatnya. Kami melakukan kegiatan ini juga untuk menanggapi tindak kekerasan terhadap anak mulai dari upaya pencegahan dengan membangun kesepahaman dan komitmen serta mengubah pola pikir di masyarakat supaya kalau ada kasus itu jangan diselesaikan secara internal keluarga tapi harus melalui mekanisme yang ada. Kalaupun nantinya tidak diproses secara hukum namun proses mediasinya harus melalui mekanisme yang ada” ucap anto kepada anggota KPAD yang hadir.
Anto menambahkan bahwa selama ini setiap kali ada kasus kekerasan pada anak selalu terfokus pada pelakunya tanpa memikirkan anak yang menjadi korban kekerasan tersebut. Untuk itu ia berharap dengan hadirnya KPAD ini bisa menekan kasus kekerasan pada anak dan memberikan pendampingan terhadap korban kekerasan.
“Kami menginginginkan penyelesaian kasus kekerasan anak itu harus mengacu pada kepentingan yang terbaik bagi anak, selama ini ketika terjadi kasus kekerasan pada anak, orang atau masyarakat hanya terfokus pada pelakunya saja bagaimana supaya pelaku bisa dihukum. Tapi jarang sekali yang mau memikirkan bagaimana si anak yang menjadi korban, apa hak-haknya yang hilang, dan bagaimna memulihkan kondisi psikologisnya. Saya berharap melalui KPAD ini dapat menurunkan angka kekerasan pada anak untuk itu kami memberikan pedoman serta rujukan tentang bagaimana nanti mereka bisa melapor dan kepada siapa mereka akan melapor ketika melihat atau terjadi kekerasan pada anak”ungkapnya.
Sementara itu Kepala Desa Mali Iha Yulius Yingo Rendi mengatakan bahwa sebenarnya kasus kekerasan pada anak di SBD ini cukup tinggi namun masyarakat enggan untuk melapor dengan alasan tidak tahu prosedur dan takut dengan ancaman.
“Saya yakin kasus kekerasan pada anak dan perempuan yang ada di SBD ini sebenarnya banyak sekali hanya saja tidak ada yang mau melaporkan karena tidak tau harus melaporkan kepada siapa dan kadang juga takut dengan ancaman para pelaku jika nanti berani melaporkanya”ucapnya.
Yulius berharap masyarakat yang tergabung di KPAD tersebut bisa menjadi pelopor di desa dan mampu mensosialisasikan kepada masyarakat lain serta bisa memfasilitasi masyarakat agar mampu memahami dan mengambil tindakan jika melihat tindak kekerasan disekitar mereka serta bagaimana mengidentifikasi kekerasan tersebut.
Terpisah Penanggung jawab kegiatan LS2 SID Andreas Umbu Moto kepada media menyebutkan latar belakang terbentuknya KPAD ini, karena maraknya tindak kekerasan pada anak baik di lingkungan keluarga, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat sekitarnya.
“Ini adalah wujud kepedulian kami terhadap anak-anak baik tentang pendidikan maupun terkait perlindungan anak itu sendiri. SID juga bagaimana melakukan pendampingan terhadap anak melalui beberapa program diantaranya sekolah ramah anak di SID bersama mitra ChildFund Indonesia sekarang sudah 6 sekolah yang sudah konsisten terhadap sekolah ramah anak ini dimana di dalamnya yaitu berbicara tentang perlindungan, tindak kekerasan anak, mendukung kreatifitas anak termasuk juga mendengarkan suara anak. Dari sekolah ramah anak kami kemudian melebar ke pendampingan pelayanan masyarakat dengan bekerjasama dengan pemerintah desa untuk mendukung terlaksananya kelompok perlindungan anak desa dan hari ini kegiatan ke empat kalinya kami coba berproses dengan masyarakat bersama anggota KPAD yang sudah terbentuk”ucap Andre menjelaskan.
Namun Andre mengungkapkan bahwa selama ini yang menjadi persoalan adalah kekerasan yang kerap kali terjadi dihadapi oleh korban selalu terhenti ataupun ditutup-tutupi oleh korban, yang sesungguhnya korban tidak tau akan sistem pelaporan dan perlindungan terhadap korban itu seperti apa. Sehingga dengan kegiatan pelatihan sistem rujukan ini diharapkan KPAD mampu memahami tentang pentingnya perlindungan anak, memahami sistem rujukan terkait tindak kekerasan yang dialami anak dan memiliki pengetahuan tentang tahapan penyusunan peraturan desa terkait perlindungan anak. Karena visi ChildFund Indonesia yaitu untuk menciptakan lingkungan dimana anak-anak menyadari akan hak-hak mereka dan meraih potensi mereka serta menempatkan usaha untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak sebagai prioritas.(JNL),-