Paguyuban Ate Dhoa, Rayakan HUT ke-20 di SBD

Tambolaka-SJ……….  Walau di tengah kondisi pandemi COVID-19, semangat warga Paguyuban Ate Dhoa Ende Flores di Sumba Barat Daya (SBD) masih tetap membara. Hal tersebut dibuktikan dengan hadirnya kelompok Peguyuban Ate Dhoa Ende Flores untuk acara syukuran Hari Ulang Tahun (HUT) Paguyuban Ate Dhoa ke-20, Hotel Newa Resort, Desa Payola Umbu Kecamatan Kota Tambolaka, SBD Nusa Tenggara Timur, (9/10/2021).

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, para Romo asal Ende Flores, Ketua-ketua Peguyuban asal Flores yang menyebar di SBD. Kegiatan HUT Peguyuban Ate Dhoa dinyatakan dalam misa syukur yang dipimpin oleh P. Ferdy Jaga Kota, C.Ss.R pastor Paroki Homba Karipit didampingi oleh P. Reymundus Segu, C.Ss.R, dan Rm. Sugen Felix Pr.

Dalam kotbahnya, P. Ferdy mengatakan bahwa orang yang sama menjadi satu. Kesatuan itu yang paling erat. Setiap kita adalah  bagian dari Allah, maka setiap kita adalah satu kesatuan dengan Allah. Satu pribadi dengan yang lain adalah satu. Orang yang bersatu dengan Allah menikmati apa yang Allah punya, dan harus membagikan kebaikan Allah itu kepada sesama.

P. Ferdy berharap satukan perbedaan demi persaudaraan, paguyuban semakin kompak, menjadi organisasi yang kuat, modern dan berwawasan kemasyarakatan yang berbasis organisasi social, menghimpun penggalangan segala kekuatan sumber daya, baik sumber dana financial dan sumber daya manusia yang bermanfaat demi dan untuk pembagunan SBD.

Pada tempat yang sama, Rofinus Padi, S.Fil., mewakili Ketua Panitia mengatakan dalam rangka memperingati HUT ke-20, sebagai wujud komitmen untuk semakin dekat dan memberikan kebermanfaatan luas bagi warga masyarakat SBD.

Katanya lagi, hadirnya komunitas Paguyuban Ate Dhoa di bumi tanah Marapu ini, sepertinya bangun dari tidur panjang, semenjak berdiri pada 10 Oktober  2001 yang lalu, dan langsung beraksi dengan berbagai program.Hari ini baru merayakan HUT peguyuban ke-20. Terjadinya HUT yang bergengsi ini dengan donatur dari anggota yang sadar menyumbang dan kompak bersama membangkitkan Paguyuban Ate Dhoa.

Baca Juga :   Bhabinkamtibmas Hadiri Pelepasan Pasung Warga Yang Telah Sembuh

Menurut Penasehat Paguyuban Ate Dhoa, Yohanes Fabianus Ue, pensiunan PNS   mengatakan: awal berdirinya paguyuban ini (10/10/2001) digagas oleh Alm. Fr. Hilarius BHK. Terbentuknya paguyuban ini adalah kumpulan orang-orang Ende yang ada di SBD membentuk sebuah paguyuban yang diberi nama “Paguyuban Wua Mesu (Mengasihi).

Lanjut Yan, waktu terus berlalu, begitu banyak pengalaman yang dilalui. Ada pengalaman suka, ada pengalaman duka. Berat dan ringan telah dinikmat.

Menurut Yan, kita dibutuh dimana-mana, sebagai tokoh agama, tokoh masyarakat, agen pendidikan, aparat pemerintahan. Dan dengan segala keterbatasan Paguyuban Ate Dhoa telah bersatu dan menyatukan diri dengan masyarakat Sumba, menyumbangkan apa yang kita miliki, demi dan untuk  pembangunan SBD dan mengais nasib di tanah merapu.

“Marilah kita menebarkan parfum di tengah-tengah multi agama, suku, ras dan golongan,  yang terpancar lewat sikap, kata-kata, dan tindak tanduk. Hidup kita adalah kesaksian di tanah loda wee maringi pada wee malala” ujar Yan. 

Sementara itu ketua paguyuban Ate Dhoa Fransiskus Minggu, SE., mengatakan bahwa SBD adalah tanah terberkati. Wilayanya  luas  nuansa persaudaraan sangat kental. Dalam kebanggaaan sebagai Perantau, setiap bulan sebagai satu peguyuban berkumpul bersama minggu kedua dalam bulan, bergilir dari rumah kerumah untuk membagi sabda yang hidup, mengikat relasi sebagai saudara, satu kabisu (suku) dalam iman akan Allah.

Lanjut Frans, sebagai sebuah wadah, dalam bergumul bersama demi dan untuk sempurnanya sebuah paguyuban, ibarat berada di sebuah Aquarium dengan karakter yang berbeda. Di sana akan terjadi komunikatif dan interaksi timbal balik secara terus menerus.

Ketua berharap mari kita berjuang bersama demi pembangunan peguyuban ini kedepan. Kita dituntut sebuah pengabdian tulus tanpa pamri  demi dan untuk paguyuban yang mengais nasi di tanah marapu. Pernik-pernik perjuangan, amal bakti dan cita-cita kita sebagai sebuah peguyuban akan tetap terukir indah, akan tetap tertanam abadi dalam nubari kita selanjutnya.*** (Pit Moa/SJ/2021),-