Tambolaka-SJ………. Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan suatu negara dan kualitas hidup dari masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Hasil survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dalam dua dekade mengalami ketidak stabilan kenaikan dan penurunan.
Salah satu upaya percepatan penurunan AKI dan AKB adalah melalui peningkatan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan penanganan kegawat daruratan meternal noenatal sesuai standar dan tepat waktu yang dapat dikaji melalui Audit Maternal dan Perinatal (AMP). Terlambat dirujuk dan terlambat memperoleh penanganan di fasilitas kesehatan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu dan bayi.
Menindaklanjuti tingginya kasus kematian ibu dan bayi tersebut, MOMENTUM dengan didukung oleh USAID, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan menyelenggarakan kegiatan Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respon (AMP-SR) di aula hotel Sinar Tambolaka, Desa Kalena Wanno Kecamatan Kota Tambolaka Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) Nusa Tenggara Timur tanggal 10-11 November 2021.
Kegiatan ini sendiri melibatkan POGI (RS WZ Yohanes, IDAI (RS WZ Yohanes), POGI (RS Karitas), IDAI (RS Karitas), RSUD Pratama Reda Bolo, Kepala Dinas Kesehatan SBD beserta Staf, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan & Staf, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan & Staf, Kepala Seksi KIA Dinas Kesehatan, Kepala Seksi Rujukan Dinas Kesehatan, Kepala Seksi Pelayanan Primer, Sekretariat TIM AMP SR, PPNI, Ketua IBI Kabupaten, Bikor Puskesmas dan MOMENTUM sendiri.
Kegiatan AMP-SR merupakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui kegiatan pembahasan kasus kesakitan, kematian ibu dan perinatal yang bertujuan sebagai pembelajaran sehingga tidak terjadi kasus yang sama di masa yang akan datang.
District Coordinator MOMENTUM Kabupaten SBD, Rambu Ndapakamang kepada media ini mengatakan kegiatan ini didanai oleh USAID yang merupakan hasil donor dari masyarakat Amerika untuk melakukan pendampingan di SBD.
“Tujuannya adalah untuk menurunkan angka kematian Ibu dan Bayi. Tahun 2021 kematian Ibu periode Januari hingga saat ini berjumlah 14 Kasus (10 Kasus di SBD dan 4 Kasus di RS Waikabubak) dan kematian neonatal berjumlah 27 kasus” ungkap Rambu Ndapakamang.
Lebih lanjut Rambu menjelaskan di SBD pada tahun Pada tahun 2020 jumlah kasus kematian ibu ada 9 kasus dengan penyebab perdarahan 6 kasus, HDK 1 kasus, eklampsia 1 kasus dan lain-lain 1 kasus. Jumlah kasus kematian neonatal 27 kasus, dan jumlah kematian bayi 6 kasus.
“Ini menjadi catatan ada apa sebenarnya, itu yang menjadi perhatian dari MOMENTUM, agar kita harus sama-sama menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Langkah-langkah yang sudah kami tempuh adalah mereformasi/merevitalisasi Pokja Stunting menjadi Pokja AKB, AKI DAN Stunting sesuai dengan regulasi yang ada di Provinsi. Kita juga sudah mulai melatih tenaga kesehatan yang ada di Dinas dan RS Karitas untuk menjadi fasilitator MPDN (Maternal Perinatal Death Notification), jadi kalau ada kematian di SBD direkam juga Kemenkes”jelasnya.
Penyebab lain dari tingginya angka kematian adalah budaya patriarki yang kemudian perlu peranan dari tokoh masyarakat, tokoh agama di desa. Camat tentunya sebagai jembatan antara Pemerintah di Kabupaten dengan Pemerintah Desa harus menjalankan perannya dengan baik. Jangan menjadi “jembatan putus”.
“Tentunya peranan POKJA AKI AKB dan Stunting harus lebih kuat lagi dalam sinergitas” tutur Rambu Ndapakamang.
Rambu juga berharap melalui kegiatan ini diharapkan teman-teman di Puskesmas lebih memiliki kesadaran dalam pelayanan kesehatan.
“Yang harus kami lakukan, kami kejar lewat Pokja AKI, AKB dan Stunting adalah pembuatan Perda dan kemudian Perdesnya” pungkasnya.
Kegiatan AMP-SR mendapat respon dan tanggapan luar biasa dari para peserta yang hadir. Secara umum peserta mengharapkan adanya tindakan tegas dari Pemerintah dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Sosialisasi dan edukasi harus dilakukan secara intens bahkan kalu perlu melibatkan tokoh agama, LSM, tokoh masyarakat dan pemerintah Desa.
Pdt. Irene Takandjandji, S.Th., dalam penyampaian usul sarannya mengatakan Gereja sudah ikut berperan untuk ikut menurunkan angka kematian bayi dan ibu. GKS Mata bekerja sama dengan Yayasan Convension Indonesia di Bandung sudah melakukan sosialisasi dan edukasi pada jemaat Mata dalam progam ibu dan anak.
“Perlu diperbanyak tenaga-tenaga kesehatan di desa, sehingga bisa memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat” ungkap Pdt. Irene.
Lebih lanjut Pdt. Irene juga mengharapkan agar Pemerintah melalui Dinas Kesehatan bisa memberikan materi kepada tokoh agama untuk ikut berperan dalam kegiatan sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat.
“Perlu adanya komunikasi intens antara petugas kesehatan (Dinas Kesehatan) dengan gereja” jelasnya.
Sementara itu Deby Dapamerang dari Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) merasa bersyukur adanya kegiatan yang diprakarsai oleh MOMENTUM bersama Dinkes, sehingga secara bersama-sama bisa melakukan upaya-upaya untuk menekan angka kematian ibu dan bayi.
“Pengalaman kami di lapangan kasus kematian Ibu dan Bayi disebabkan oleh ekonomi masyarakat yang masih rendah, sehingga susah untuk menghubungi bidan terdekat waktu mau melahirkan” tuturnya.
Deby juga berharap agar para tenaga kesehatan yang berada di desa-desa (Puskesmas) agar lebih tanggap jika sudah mengetahui ada ibu hamil. Pemerintah desa dan tokoh masyarakat juga diharapkan perannya untuk ikut memberikan edukasi pada masyarakat di desa.
Pantauan media ini, masih rendahnya kerja tenaga kesehatan di lapangan, dan belum mempunyai komitmen yang tinggi untuk menekan angka kematian ibu dan bayi. Padatnya kegiatan tenaga kesehatan yang ada di Dinas Kesehatan sehingga belum focus dalam upaya penanganan AKI, AKB dan Stunting.
Kendala lain adalah kurangnya SDM yang mendukung, karena satu orang memegang beberapa program, sehingga tidak focus untuk menangani masalah AKI dan AKB. Masih kurangnya kesadaran dari tenaga kesehatan, tenaga di Dinas Kesehatan, karena kalau bekerja harus ada anggarannya, sehingga dibutuhkan pemimpin yang tegas dalam mengambil kebijakan.
“Penempatan tenaga yang tepat pada tempatnya (the right man in the right place) juga mempengaruhi kualitas SDM teman-teman di Dinas, kadang-kadang orang yang punya prestasi dilempar di tempat yang jauh, sedangkan yang justru tidak mempunyai prestasi yang menempati posisi strategis” ujar salah satu peserta yang enggan disebutkan namanya. *** (Octa/002-21),-