Waingapu-SJ………. Bawaslu Kabupaten Sumba Timur melakukan sosialisasi peran dan fungsi kelembagaan Bawaslu dalam pengawasan pemilu Senin (8/11/21) di aula SMA Negeri 2 Waingapu dengan tema Partisipasi Masyarakat Dalam Pengawasan Pemilu.
Sosialisasi ini melibatkan beberapa nara sumber yang terdiri dari lembaga Kesbangpol Sumba Timur, Dosen Universitas Kristen Wiwacana Sumba dan Bawaslu Sumba Timur.
Ketua Bawaslu Sumba Timur, Anwar Engga, SE., dalam sambutanya menyampaikan rasa syukur dan limpah terimakasi kepada semua stake holder dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan organisasi mahasiswa baik dari GMNI, GMKI, PMKRI dan Pemuda Muhamaddiyah yang turut terlibat membantu dan berpartisipasi dalam pengawasan Pemilu.
Bawaslu Sumba Timur sebagai badan pengawasan pemilu dengan personil yang berjumlah tiga orang tidak sebanding dengan jumlah pemilih di kabupaten Sumba Timur dengan jumlah kurang lebih 171,000 orang.
Dalam proses demokrasi Indonesia kita ketahui proses pemilu yang paling demokratis itu hanya terjadi di tahun 1955 kemudian masuk di era Orde Baru indeks demokrasi kita sedikit menurun sebelum pemilihan kita sudah tau siapa pemenangnya, masuk di era reformasi inkdeks demokrasi kita sudah meningkat dan tanpa disadari beberapa penelitian dari berbagai lembaga dalam negeri maupun luar negeri indeksi demokrasi kita sudah menurun kembali. Indeks demokrasi Indonesia di tahun 2019 dan 2020 cendrung menurun hal ini menjadi pukulun keras bagi kita karena demokrasi adalah sarana menitipkan pesan dan harapan untuk mencapai kesejahteraan rakyat,
“Karena kesejahteraan rakyat akan dicapai melalui pemilu untuk memilih pemimpin baik legislatif maupun eksekutif oleh karena itu saya berharap kepada semua stekholder dapat berperan dan bekerja sama untuk meningkatkan indeks demokrasi kita” ungkapnya.
Umbu Hina Mehang Patalu, SE., sebagai pemateri pertama dari Bawaslu Sumba Timur menegaskan bahwa Bawaslu adalah lembaga pengawasan pemilu kabupaten sumba timur dalam proses pemilihan leggislatif dan eksekutif yaitu Presiden, DPRRI/DPRD, Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Tugas bawaslu melakukan pencegahan terhadap pelanggaran pemilu, pengawasan mulai dari rekapitulasi data, distribusi logistic sampai pada pengungutan suara dan Bawaslu ditugaskan mengawasi pelanggaran terhadap kode etik pemilu yang melakukan politik uang atau menghina mencemari nama baik orang lain.
Umbu Hina juga menyampaikan cara mengidentifikasi potensi pelanggaran melalui koordinasi dengan penegak hukum dan lembaga pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pengawasan pemilu.
Sementara itu, pemeteri kedua Kepala Dinas Kesbangpol Kabupaten Sumba Timur, Melkianus Pati Mara, SH., menuturkan Pemilu berhubungan erat dengan politik dan momentum pemilu adalah topik yang hangat diperbincangkan karena melalui jalan pemilihan semua kesan dan harapan dititipkan kepada kandidat politik yang dipilih melalui asensi demokrasi.
UU nomor 7 tahun 2017 mengamanatkan pemerintah untuk membantu pihak pengawasan pemilu yang dipertegas melalui pasal 434 yang mengatur secara kusus peran pemerintah dalam pengawasan pemilu dan pemerintah mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan PILKADA yang dibebankan dari anggaran APBD dan didukung dengan APBN.
Lanjut Melki menjelaskan, kepada para ASN agar bersifat independent tidak terlibat dalam politik praktis dan tidak melanggar kode etik pemilu serta melanngar sumpah ASN. Banyak ASN terlibat dalam politik praktis demi mendapatkan jabatan strategis hal inilah yang merusak citra kepegawaian.
Melki juga menyarankan agar mengusulkan bupati tidak menjabat sebagai pembina kepegawaian, hanya memegang sebagai penjabat politik agar ASN tidak terlibat dalam politik praktis.
Dosen Universitas Kristen Wirawacana Sumba ibu Dr. Yulita Pakereng, SE, MM., menegaskan mahasiswa senagai agent of power, mahasiswa mengemban tiga darma yakni pendidikan penelitian dan pengabdian.
Pengawasan partisipatif adalah pengabdian terhadap masyarakat karena menurut saya mahasiswa adalah sosok yang istimewa, mahasiswa adalah generasi penerus yang akan mengambil alih tanggang jawab atas negara di masa yang akan datang dan harus diakui pengaruh anak muda, karena sejarah pemillihan umum di Indonesia berkesenambungan dari perjuangan mahasiswa mulai sejak organisasi Budi Utomo di tahun 1908 kemudian Sumpah Pemuda tahun 1928.
Pada tahun 1966 sebagai pelopor dan pejuang demokrasi yang berani mengktritik pemerintah untuk mencapai kesejahteraan rakyat dan peran mahasiswa yang paling berkesan itu terjadi di tahun 1998 yang dapat menumbangkan rezim orde baru.
“Ini menunjukan bahwa mahasiswa punya potensi dan kekuasaan dalam membenahi proses demokrasi kita yang lebih bermartabat” jelasnya.
Yulita Pakereng juga berpesan kepada mahasiswa yang punya kekuatan produktif untuk selalu terlibat dan bertanggung jawab terhadap pengawasan pemilu. *** (Deni/007-21),-