“Merasul” Ala Generasi Z

Perubahan dunia yang begitu pesat dalam berbagai sendi kehidupan manusia turut mempengaruhi kualitas kehidupan rohani setiap manusia yang beriman kepada Allah Sang Pencipta. Tidak heran jika manusia pada zaman modern cenderung mengedepankan hal-hal praktis dalam kehidupannya dan mengabaikan kegiatan-kegiatan yang bersifat rohani. Apalagi dengan situasi dan kondisi Pandemi COVID-19 sejak satu tahun terakhir ini, banyak kegiatan kerohanian untuk sementara tidak dilaksanakan. Banyak Gereja yang mengalami krisis iman oleh karena berbagai kemajuan dan perkembangan yang terjadi yang cenderung menggoda setiap manusia untuk lebih memilih kenikmatan dunia semata ketimbang mengenal identitas manusia sebagai makhluk rohani dan spiritual. Gereja mengalami krisis iman, hal ini bisa terlihat dari jumlah manusia yang terlibat dalam berbagai kegiatan rohani di gereja. Banyak orang muda justru tidak menghiraukan kegiatan rohani di gereja. Mereka lebih memilih untuk kegiatan-kegiatan lain yang lebih disenangi oleh dunia orang muda.

Berbeda dengan apa yang sedang kami lakukan di Stasi St. Alfonsus Maria de Liquori Ngamba Gela Gollu Sapi sejak akhir tahun 2019 sampai saat ini. Stasi Santo Alfonsus Ngamba Gela adalah sebuah stasi kecil yang letaknya tidak jauh dari Quasi Paroki Santo Fransiskus Xaverius Gollu Sapi. Letaknya kira-kira mencapai 5 Km. Jika hendak berkunjung dan melaksanakan kegiatan di tempat ini, kami harus menempuh perjalanan yang cukup menantang karena jalan dan medan yang tentu tidak sebagus daerah lain. Awalnya sebagai mahasiswa semester awal yang sedang mengenyam pendidikan di STKIP Weetebula pada Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik, sebagai tim yang mendapat perutusan menjalankan pastoral praktis di sana sangat senang. Umatnya yang ramah membuat kami menyatu dengan rutinitas dan kehidupan mereka. Kami menyadari bahwa kehadiran kami belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan umat. Kami percaya Tuhan akan memakai kami dengan baik untuk kemuliaan nama-Nya di tempat ini. Situasi kehidupan beriman umat dan kondisi gereja yang cukup memprihatinkan yang terbuat dari anyaman dinding yang sudah renggang dan bangkunya yang terbuat dari bahan bambu membuat kami semakin peduli dengan kehidupan umat di tempat ini. Kami semakin dikuatkan karena melihat kehidupan umat dengan situasi yang demikian serba terbatas. Namun, keadaan ini tidak mempengaruhi semangat mereka untuk tidak mendekatkan diri pada Tuhan. Kami merasa terharu melihat keadaan yang demikian, ternyata di sekeliling kita masih ada gereja yang keadaannya masih demikian. Bangunan yang sangat sederhana.   

Baca Juga :   MENGASAH JIWA BERPASTORAL KAUM MUDA DALAM MEMBANGUN GEREJA

Kehadiran kami di stasi ini dapat dikatakan cukup membantu umat di tempat ini walaupun bantuan dan peran kami sangat kecil mengingat kami masih dalam taraf situasi belajar.  Peran kami di Stasi Ngamba Gela memberi semangat baru bagi para Orang Muda Katolik (OMK), Sekar Kepausan Misioner (SEKAMI) dan Anak Temu Minggu (ATM) yang selama ini tidak aktif lagi, kini kembali menjalankan kegiatan-kegiatan mereka. Kami memfokuskan kegiatan kami pada ATM dan SEKAMI karena melihat jumlah OMK  yang terbatas. Kami melibatkan para OMK di dalam kegiatan anak-anak agar membantu kami mengajari anak ATM dan SEKAMI bernyanyi, berdoa, dan membaca Kitab Suci. Hampir sebagian besar ATM dan SEKAMI masih asing dengan lagu-lagu dan gerakan yang kami ajarkan.  Namun waktu terus berlalu, kami selalu melatih mereka untuk bernyanyi dan membuat gerak sehingga mereka menjadi anak yang pandai bernyanyi dan melakukan gerakan dengan baik sampai saat ini.  Bahkan kami menciptakan yel-yel yang merupakan buah pikiran dan kreatifitas kami sendiri para mahasiswa. Kami sangat bangga karena usaha kami dalam mengajari mereka menyanyi dan melakukan gerakan serasa tidak sia-sia. ATM dan SEKAMI sudah menunjukkan perubahan yang sangat besar. Pendampingan lain yang kami lakukan adalah bersama Orang Muda Katolik. Pada awalnya jumlah mereka sangat sedikit yang terlibat dalam kegiatan di gereja.  Seiring berjalannya waktu kami mendampingi mereka dalam berbagai kegiatan seperti menyanyikan mazmur, menjadi lektor dan melibatkan mereka dalam pendampingan ATM dan SEKAMI. Demikian juga dengan keterlibatan orang dewasa dalam kegiatan ibadat di gereja. Awalnya hanya 2 sampai dengan 3 keluarga yang terlibat dalam kegiatan di gereja. Menyedihkan sekali melihat langsung dan bahkan merasakan ketidakaktifan umat dalam gereja, itu sangat memprihatinkan.

Baca Juga :   Program SAKTI adalah Bentuk Pengabdian untuk Malaka

Selain kegiatan pendampingan kami juga mendukung kerja pastoral para Romo di Quasi paroki melalui kegiatan pendataan umat dan memimpin ibadat pada hari Minggu dan hari raya. Momen-momen seperti ini menjadi momen yang sangat berarti dan spesial dalam kehidupan kami. Melayani Tuhan melalui sesama yang ada disekitar kami ditempat ini. Namun, kami bersyukur mendapat kesempatan berpastoral praktis di tempat ini.  Di sini kami mendapat banyak sekali hal baru. Termasuk kami pernah harus merasakan lelah, kecewa dan putus asa. Menjadi seorang pelayan atau lebih tepat disebut sebagai seorang katekis, rasa lelah,  kecewa dan putus asa memang sudah harus menjadi bagian dalam pelayanan kita sebagai seorang guru Agama. Perasaan-perasaan seperti itu akan selalu menjadi bagian dalam hidup kita kelak. Memang tidak mudah menjadi seorang katekis di masa yang akan datang. Apalagi dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk menjadi baik dan produktif setiap kita selalu diperhadapkan pada sebuah pilihan. Mau baik atau tidak? Mau maju ataukah kita harus mundur? Sebagai orang muda yang berpotensi jangan sibuk dengan hal-hal yang kurang penting. Orang muda mesti fokus pada pengembangan potensi yang ada pada diri sendiri melalui keterlibatan kita dalam berbagai kegiatan.

Orang muda sebagai generasi Z atau mileneal tidak selalu identik dengan julukan orang yang bermental instan. Orang yang melek teknologi. Orang muda tidak identik bahwa segala aktifitas apapun semua bersandar pada teknologi modern dan canggih. Orang muda mesti juga menjadi bagian dari ciptaan Tuhan yang mampu melihat sesama dan berperan sebagai sesama bagi orang lain yang membutuhkan yang ada di sekitar kita. Persiapkanlah dirimu agar kelak ketika engkau menjadi seorang guru atau katekis engkau menjadi yang terdepan.

Baca Juga :   MENGASAH JIWA BERPASTORAL KAUM MUDA DALAM MEMBANGUN GEREJA

Dister (1985:27) mengatakan bahwa pengalaman religius dapat memunculkan keinsafan atau panggilan bagi setiap orang yang sudah mengalami. Pengalaman religius dapat dikatakan mampu membangkitkan kehidupan religius setiap individu manusia. Pengalaman religious mampu menjadikan manusia untuk bertolak kepada Tuhan atau sebagai turning point dari keseluruhan kehidupan seseorang. Mari menjadi bagian dari sesama untuk berbagi kabar sukacita sehingga orang lain dapat memperoleh kabar sukacita dari Allah. *** (Oleh: Eany Ate, Alfin dkk, Mahasiswa STKIP Weetabula),-